alas tidur keras kurangi sakit punggung

Alas Tidur Keras Cegah Nyeri Punggung




Nyeri punggung termasuk dalam keluhan yang muncul dan biasanya dipicu oleh aktivitas fisik, kegemukan atau gangguan pada persendian. Meski posisi berbaring bisa mengisirahatkan punggung namun alas tidur yang salah justru akan menyebabkan keluhan nyeri punggung terus berulang.
"Tidur telentang merupakan posisi yang paling sedikit membebani punggung, tetapi alas tidurnya sebaiknya jangan yang terlalu empuk karena alas tidur yang akan mengatur posisi tulang belakang," kata dr.Muki Partono, Sp.OT, ahli ortophedi dari RS.Puri Indah Jakarta.
u alas tidur harus menyediakan dukungan yang benar, rata, dan tidak melesak ke dalam. Dengan kata lain, jika Anda tidur di kasur yang terlalu empuk, risiko Anda untuk menderita nyeri punggung lebih besar.
"Tidak sedikit pasien nyeri punggung yang keluhannya berkurang setelah mereka tidur di lantai yang keras. Kasur yang terlalu empuk membuat otot-otot tidak bisa rileks," kata Muki.
Untuk mencegah nyeri punggung, tidurlah dalam posisi telentang dengan mengganjal bantal di bawah lutut. Atau, dalam posisi miring letakkan bantal di antara kedua paha.
Cara lain untuk mencegah dan mengatasi nyeri punggung adalah melakukan peregangan saat bangun tidur. Setelah berbaring tidur selama lebih dari 8 jam lalu tiba-tiba bangkit berdiri bisa menimbulkan cedera. Sebelum bangun, perlahan-lahan regangkan lengan Anda ke atas kepala, kemudian tarik lutut ke arah dada secara bergantian.
Apabila Anda telah siap untuk duduk, bergulirlah ke sisi tempat tidur dan gunakan lengan untuk membantu mengangkat tubuh Anda. Setelah berdiri letakkan tangan pada pantat lalu pelan-pelan condongkan tubuh ke belakang dan depan untuk meregangkan tulang punggung.
Bila nyeri punggung yang Anda rasakan berlangsung lebih dari dua minggu dan semakin parah, segeralah ke dokter untuk penanganan lebih lanjut.
Sumber : suara harian kompas


Akan Hadir, Puskesmas Khusus Jamu



Demi memaksimalkan potensi kekayaan alam tersebut, Kementerian Kesehatan kini memiliki suatu program guna menjadikan jamu sebagai tuan rumah di negara sendiri. Salah satu upaya yang saat ini dilakukan adalah mendirikan layanan pusat kesehatan masyarakat (puskemas) khusus untuk jamu dan obat-obat herbal.

hal tersebut dimaksudkan supaya masyarakat ada pilihan pengobatan. Tapi, jamu yang kita harapkan tentu yang sudah evidence base  (terbukti secara ilmiah) dan di-back up dengan research. Kalau dulu, orang diare mungkin akan diberi tiga lembar daun jambu. Padahal itu kan lembarnya ada yang lebar dan kecil. Nanti kita akan buat takarannya menjadi miligram dalam bentuk kapsul. Ini barangkali yang akan dikembangkan,” kata Slamet Riyadi Yuwono, Direktur Jenderal Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak saat menerima 470 peserta Temu Karya Nasional dalam rangka Penyelengaraan Perlombaan Desa dan Kelurahan Tingkat Nasional 2011 di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta,  Selasa, (16/8/2011).
Slamet mengatakan, dari segi jumlah kekayaan tanaman herbal, Indonesia sebenarnya tidak kalah dari China. Namun, yang terjadi sekarang ini, China jauh lebih berkembang dalam pemanfaatan dan pembuatan obat-obat herbal. Padahal, Indonesia mempunyai lahan yang cukup luas, tetapi sayang belum dikelola dengan baik.
Sementara itu, di tempat yang sama, Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif, dan Komplementer Abidinsyah Siregar mengatakan, sejauh ini sudah ada sekitar 70 puskesmas di Jawa Tengah yang dijadikan pusat uji pelayanan jamu.
"Jadi tempat uji model saja. Nanti begitu oke, baru diterapkan secara nasional. Namun, ke depan kita akan membuat puskesmas khusus untuk jamu," ucapnya.
Menurut Abidinsyah, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2010 terkait respons masyarakat terhadap pengobatan tradisional, diketahui bahwa 55,3 persen penduduk Indonesia pernah menggunakan jamu. Di antara 55,3 persen tersebut, 95,6 persen mengakui, jamu sangat bermanfaat untuk kesehatan.
"Jadi, setiap orang yang pernah menggunakan jamu itu merasa menemukan manfaat dan tidak ragu mendekati angka 100 persen. Persoalan kita tinggal bagaimana memperbesar angka yang 55,3 persen itu dengan memberikan pelayanan dan dilakukan secara formal (puskesmas dan rumah sakit)," katanya.
Puskesmas, seperti konsep yang sudah ada, berfungsi memberikan pelayanan kesehatan promotif dan preventif, di samping kuratif dan rehabilitatif. Tambahan pelayanan tradisional diharapkan dapat meningkatan kualitas kesehatan dan mencegah seseorang jatuh sakit.
"Pelayanan tradisional ini dimaksudkan sebagai upaya preventif. Untuk wilayah preventif, tanaman obat herbal dan tradisional menjadi solusinya. Dunia puskesmas adalah promotif dan preventif. Maka dari itu, harus disediakan puskesmas jamu,” paparnya.
Abidinsyah menuturkan, untuk mewujudkan terciptanya puskesmas jamu bukanlah hal yang sulit. Sebab, selama ini jamu sudah dikenal masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Tinggal bagaimana membuatnya sebagai bahan yang formal dan aman untuk digunakan.
"Target kita tahun ini saja 100 dari 497 (20 persen) puskesmas kabupaten/kota sudah memberikan pelayanan terintegrasi, yaitu telah menambahkan pelayanan jamu di dalamnya (campuran dengan konvensional),” katanya.
Sumbe: harian kompas


Bahaya Tersembunyi dari Obat Herbal



Para ahli dari Leeds University School of Pharmacy Inggris belum lama ini memeringatkan ancaman di balik konsumsi obat herbal. Mereka menyatakan konsumsi obat herbal  bisa menimbulkan masalah kesehatan yang cukup serius. Pasalnya, kebanyakan obat herbal yang dijual di pasaran tak mencantumkan tanda peringatan keamanan seperti tanggal kadaluwarsa dan efek samping.
Dalam penelitiannya, mereka mensurvei lima jenis obat herbal yang paling populer di antaranya, St John’s wort, giseng Asia, echinacea, bawang putih dan ginko. Menurut peneliti, masih banyak konsumen yang tidak pernah tahu apa efek samping dari penggunaan obat-obat herbal tersebut.

St John wort misalnya, yang selama digunakan mengatasi untuk mengatasi bad mood.  Herbal ini ternyata dapat mengurangi efektivitas dari pil kontrasepsi. Sedangkan ginkgo, yang katanya untuk meningkatkan sirkulasi darah, meningkatkan kewaspadaan, dan sebagai pengencer darah, ternyata tidak boleh dikombinasikan dengan obat lainnya.
Ginseng Asia, yang sering digunakan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh, dan echinacea yang sering digunakan untuk melindungi diri dari flu, juga memiliki bahaya tersembunyi.  Bawang putih, yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah tinggi, dapat berbahaya jika dikonsumsi dalam jumlah besar.

Para peneliti juga melakukan survei terhadap 68 produk herbal yang dijual di pasaran dan menemukan 51 di antaranya (75 persen) tidak mengandung informasi tentang tindakan pencegahan, interaksi dengan obat lain atau efek samping. Tujuh puluh persen dari produk tersebut (48 dari 68 produk) dipasarkan sebagai suplemen makanan.
Peneliti menduga, sedikitnya produk herbal yang mencantumkan label informasi bisa disebabkan karena toko-toko herbal sejauh ini masih diizinkan untuk terus menjual stok lama, tanpa peringatan, dan tanggal kedaluwarsa.
Profesor Theo Raynor, yang memimpin studi ini mengatakan, :Nasihat terbaik untuk konsumen adalah mereka harus berhati-hati. Setiap zat yang mempengaruhi tubuh memiliki potensi untuk merusak jika tidak digunakan dengan tepat," katanya.
Raynor menyarankan, penting bagi konsumen untuk mencari obat herbal yang sudah mempunyai lisensi, yang berarti obat telah disetujui oleh pemerintah. "Anda harus memberitahu dokter, jika Anda mengonsumsi obat herbal. Hal ini dimaksudnkan supaya Anda mendapatkan perawatan yang terbaik," tambahnya.
Sumber: harian kompas